Apa itu Osteoarthritis??
1.
Pengertian
Osteoartritis (OA)
Osteoartritis
(OA) adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses
pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan
pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan
suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi.
OA juga merupakan penyakit reumatik yang paling banyak dijumpai di seluruh
dunia. Hampir seluruh sendi dapat terkena, namun lebih sering mengenai
sendi-sendi lutut, panggul, tulang belakang dan jari-jari tangan. Penyakit ini merupakan
jenis arthritis yang paling sering terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut
atau usia dewasa. OA memang terkait dengan proses penuaan, namun banyak faktor
lain yang mempengaruhinya seperti obesitas dan cedera ringan berulang pada
sendi tertentu (DepKes RI, 2006 ; Wachjudi dkk., 2007).
Gambar
Perbandingan Sendi Sehat dengan Sendi yang Terkena Osteoartritis
2.
Angka
Kejadian
Insidensi
dan prevalensi Osteoarthritis (OA)
bervariasi pada masing-masing negara, tetapi data pada berbagai negara
menunjukkan, bahwa arthritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui,
terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut (DepKes RI, 2006). OA merupakan
penyakit tersering yang menyebabkan timbulnya nyeri dan disabilitas (hambatan)
gerakan pada populasi usia lanjut. OA merupakan kelainan yang mengenai berbagai
ras dan kedua jenis kelamin. Pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama
untuk terkena OA, namun pada wanita biasanya sendi yang terkena lebih banyak (Wachjudi
dkk., 2007).
Prevalensi
meningkat dengan usia, seiring dengan bertambahnya usia, insidens OA juga semakin
bertambah. Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi pada sebagian besar
usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun. Dapat
dibayangkan nanti ketika seseorang sudah berusia lebih dari 65 tahun, ¼ dari
seluruh populasi wanita dan 1/5 dari seluruh populasi pria dapat terkena OA. OA
dapat menyerang semua sendi, namun prediksi yang tersering adalah pada sendi-sendi
yang menanggung beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang
belakang bagian lumbal bawah (Dipiro et
al., 2008).
3.
Gejala
Nyeri
merupakan keluhan utama tersering dari pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan
oleh kelainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme
otot-otot di sekeliling sendi. Nyeri awalnya tumpul kemudian semakin berat,
hilang timbul, dan diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya
menghilang dengan istirahat.
Kekakuan
pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya) sendi dan
menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak
licin yang disertai bunyi gemeretak (krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah
istirahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku. Sendi akan terlihat
membengkak karena adanya penumpukan cairan di dalam sendi. Pembengkakan ini terlihat
lebih menonjol karena pengecilan otot sekitarnya yang diakibatkan karena otot
menjadi jarang digunakan (Wachjudi dkk., 2007).
Gejala
lain yang sering muncul pada pasien OA adalah nyeri pada sendi, kekakuan pada
sendi terutama setelah diam pada posisi yang sama (duduk atau tidur), sendi dan
otot berasa lemah, bengkak pada sendi, crepitus atau bunyi gemeratak pada sendi
saat bergerak, perubahan bentuk sendi sehingga tampak menonjol (gejala parah),
dan gangguan aktifitas yang melibatkan sendi
(Wachjudi dkk., 2007).
4.
Penyebab
Terdapat
beberapa teori tentang penyebab penyakit OA, akan tetapi masih tetap menjadi
perdebatan. Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian OA diantaranya
adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like
growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras,
genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan
bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan
diabetes mellitus (DepKes RI, 2006).
Penyakit
ini dipengaruhi berbagai faktor antara lain : faktor genetik, metabolik dan
traumatik. Faktor risiko OA dibedakan dalam faktor risiko kejadian (incident) dan faktor risiko
progresivitas dan berat OA. Kejadian dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
latar belakang genetik yang banyak bervariasi dan membuat OA lebih kompleks.
Ada perbedaan faktor risiko untuk lokasi sendi, dimana faktor risiko OA lutut
berbeda dengan faktor risiko OA panggul, tangan dan tulang belakang (Wachjudi
dkk., 2007).
5.
Siapa
Saja Yang bisa Terkana OA?
A. Obesitas
OA
panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan.
Obesitas merupakan penyebab yang mengawali OA, bukan sebaliknya bahwa obesitas
disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena OA. Pembebanan lutut dan
panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan dukungan
struktural lain. Setiap penambahan berat +½ kg, tekanan total pada satu lutut
meningkat sebesar +1–1½ kg.4 Setiap penambahan 1 kg meningkatkan risiko terjadinya
OA sebesar 10%. Bagi orang yang obes, setiap penurunan berat walau hanya 5 kg
akan mengurangi fakor risiko OA di kemudian hari sebesar 50% (DepKes RI, 2006).
B. Jenis
Kelamin
OA
merupakan kelainan yang mengenai berbagai ras dan kedua jenis kelamin. Pria dan
wanita memiliki kesempatan yang sama untuk terkena OA, namun pada wanita
biasanya sendi yang terkena lebih banyak (Wachjudi dkk., 2007).
C. Usia
Resiko
terkena OA meningkat dengan meningkatnya usia. Seiring dengan bertambahnya
usia, insidens OA juga semakin bertambah. Data radiografi menunjukkan bahwa OA
terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap
orang pada usia 75 tahun.
D. Okupasi,
olahraga, trauma
Hubungan
antara okupasi dengan risiko terserang OA tergantung dari tipe dan intensitas
aktivitas fisiknya. Aktivitas dengan gerakan berulang atau cedera akan meningkatkan
risiko terjadinya OA. Aktivitas fisik dengan tekanan berulang pada tangan atau
tubuh bagian bawah akan meningkatkan risiko OA pada sendi yang terkena tekanan.
Yang menarik adalah pada pelari jarak jauh mempunyai risiko terjadinya OA tidak
lebih besar. Umur pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko OA.
Cedera ligamen pada manula cenderung menyebabkan OA berkembang lebih cepat dibanding
orang muda dengan cedera yang sama (DepKes RI, 2006).
E. Genetik
Faktor
keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya OA. Sinovitis yang terjadi
acapkali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut
berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana
deposit pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor
genetik mempunyai kontribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya OA tangan
dan panggul, dan sebagian kecil OA lutut (DepKes RI, 2006).
F. Nutrisi
Fakta
menunjukkan bahwa paparan terhadap oksidan bebas secara terus menerus dalam
jangka waktu lama berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit yang berkaitan
dengan penuaan (penyakit degeneratif), termasuk OA. Karena antioksidan dapat
memberikan perlindungan terhadap kerusakan jaringan, maka asupan tinggi dari
antioksidan dipostulasikan dapat melindungi pasien terhadap OA. Metabolisme
normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang
rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara
optimal proses terjadinya OA dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan
Vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami
OA, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D (DepKes RI, 2006).
G. Hormonal
Pada
kartilago terdapat reseptor estrogen, dan estrogen mempengaruhi banyak penyakit
inflamasi dengan merubah pergantian sel, metabolisme, dan pelepasan sitokin.
Perempuan perimenopause rupanya lebih cenderung menderita arthritis inflamatorik.
Ini memberi kesan bahwa estrogen berperan dalam osteoarthritis. Tampaknya
perempuan yang mendapat estrogen replacement therapy mempunyai kemungkinan
menderita osteoarhtritis lebih kecil daripada yang tidak, tetapi studi estrogen
dan osteoarthritis pada binatang memberikan hasil yang bertentangan (DepKes RI,
2006).
6.
Bagaimana Pengobatan Osteoarhtritis?
Penderita Osteoarhtritis
(OA) memiliki keluhan utama yaitu rasa sakit dan nyeri pada persendian. Rasa
nyeri yang diderita oleh penderita penyakit ini dapat dikurangi dengan berbagai
cara seperti pengompresan hingga penggunaan obat-obatan.
Hingga saat ini masih belum ditemukan obat yang
dapat menyembuhkan OA hingga tuntas. Pengobatan yang diberikan dokter dalam
penatalaksanaan OA umumnya ditujukan terhadap dua hal, yaitu mengatasi gejala, pencegahan
dan perbaikan kerusakan struktur rawan sendi. Beberapa tahun terakhir mulai
muncul pengobatan dengan menggunakan sel terapi dan stem sel dengan hasil yang
cukup menjanjikan. Akan tetapi terapi ini masih membutuhkan penelitian tahap
lanjut untuk dapat benar-benar dimanfaatkan sebagai terapi OA (Dipiro et al., 2008).
Rekomendasi
yang diberikan para ahli dalam penanganan OA meliputi terapi farmakologis
(terapi obat) dan terapi non-farmakologis (terapi non-obat, seperti: penurunan
berat badan, olahraga, edukasi). Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs)
merupakan salah satu terapi farmakologis yang paling sering digunakan untuk
mengatasi nyeri dan peradangan yang terjadi pada pasien OA. Namun, penggunaan
obat-obatan tersebut sering kali memberikan efek samping yang cukup serius, seperti
perdarahan saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati dan ginjal.
Beratnya efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang NSAIDs
ini membuat para ahli terus mencari alternatif terapi OA yang efektif dan aman (Sukandar
dkk., 2008).
Salah satu alternatif terapi dan pencegahan OA
adalah dengan asupan nutrisi yang baik. Saat ini mulai berkembang pemikiran
bahwa selain untuk memenuhi kebutuhan dasar tubuh, asupan nutrisi juga memegang peranan penting
pada terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit degeneratif. OA
merupakan salah satu penyakit degeneratif yang diyakini dapat dicegah dan
diatasi dengan pemberian asupan nutrisi tertentu yang memadai. Salah satu
nutrisi yang mulai banyak dicoba untuk terapi OA ini adalah ekstrak
tumbuh-tumbuhan (Anonim, 2012).
I. Terapi Non-Obat :
1. Terapi Fisik & Occupational Therapy
Mengurangi rasa sakit dapat dilakukan dengan :
A.
Terapi fisik
dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan
sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat
akan mengurangi rasa sakit dan kekakuan.
B.
Efek fisiologi
dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus
dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien OA. Penderita
ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat.
C.
Handuk hangat,
kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa
sakit.
D.
Kadang kantung
es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian
yang ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih cocok bagi pasien. Untuk OA di lutut, pasien
dapat memakai sepatu
dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian
akan mengurangi tekanan di lutut.
(Depkes RI, 2006)
2. Latihan Fisik
Penelitian menunjukkan bahwa latihan
fisik adalah penyembuhan yang paling baik untuk OA. Olahraga dapat meningkatkan
suasana hati (mood) dan harapan (outlook), mengurangi rasa sakit,
meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki jantung dan aliran darah, menjaga berat
badan, dan memperbaiki kebugaran secara umum. Olahraga juga tidak mahal, bila
dilakukan dengan benar, tidak ada efek samping. Jumlah dan bentuk olahraga
tergantung dari persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah dilakukan
pembedahan. Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan,
isometrik, isotonik, isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap
sehat, mendorong gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon untuk
meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat OA. Sebaliknya
inaktivitas dan imobilisasi walau untuk periode pendek akan memperburuk atau
mempercepat berkembangnya OA. Latihan fisik dan penguatan quadriseps akan
meningkatkan fungsi fisik dan mengurangi kecacatan, rasa sakit, pemakaian
analgesik. Ada panduan dari American
Geriatrics Society untuk latihan fisik bagi pasien OA. Lebih dianjurkan
latihan fisik isometrik dibandingkan dengan isotonik karena isotonik akan
memperburuk sendi yang terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien
sebelum pasien mempraktekan di rumah.
Latihan fisik sebaiknya dilakukan tiga
sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit, kurangi pengulangan. Rujukan
kepada terapis fisik atau okupasi sangat dibutuhkan bagi pasien yang sudah cacat
fungsi sendinya. Terapis dapat menilai kekuatan otot, stabilitas sendi, dan
dapat merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk melindungi sendi yang
terkena, dari tekanan berlebihan. Terapis juga dapat memberikan alat bantu
seperti tongkat, bebat, dsb yang dipakai saat latihan fisik maupun kegiatan
sehari-hari. (Depkes RI, 2006)
3. Istirahat dan
Merawat Persendian
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan
istirahat. Pasien harus belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan
harus menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit
karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik relaksasi,
pengurangan stres, dan biofeedback sangat membantu. Beberapa pasien menggunakan
tongkat atau bidai untuk melindungi persendian dari tekanan. Bidai atau penahan
(braces) memberikan dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga
menjaga persendian pada posisi yang benar selama tidur maupun beraktivitas.
Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan latihan untuk
mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter dapat membantu menentukan
bidai yang tepat.
(Depkes RI, 2006)
4. Pengendalian
Berat Badan
Kelebihan berat badan meningkatkan beban
biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling
baik dari kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan
pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat
menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga beban. Walau intervensi diet
untuk yang berat badan berlebih masuk akal, tetapi ini membutuhakan motivasi
yang kuat dan program penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan
olahraga akan sangat membantu.
(Depkes RI, 2006)
II. Terapi Obat
Terapi obat diberikan hanya untuk menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan penderita OA serta meningkatkan fungsi organ. Pada
umumnya obat-obat yang sering digunakan untuk terapi OA adalah obat-obat golongan
analgesik dan antiinflamasi seperti parasetamol, NSAIDs, Kortikosteroid, Glukosamin dan Chondroitin (Depkes RI, 2006).
III. Pembedahan
Bagi banyak orang, operasi dapat menghilangkan rasa
sakit dan cacat akibat OA. Operasi dilakukan untuk :
A. Mengambil serpihan-serpihan tulang dan kartilago di
sendi bila menyebabkan simtom mekanis dari mengunci dan buckling.
B. Menghaluskan permukaan tulang
C. Mereposisi tulang
D. Mengganti sendi.
(Depkes RI, 2006)
7.
Apa Saja Obat-Obat Osteoarthritis?
1. Parasetamol
ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan
parasetamol sebagai obat pertama
dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi, dan harga murah
dibanding NSAID.
2. NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug)
NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan
inflamasi melalui inhibisi enzim cyclooxygenase (COX). Efek penting dalam
mengurangi rasa sakit. NSAID memberikan rasa nyaman bagi banyak orang dengan
masalah persendian kronis, tetapi juga menimbulkan masalah penyakit
gastrointestinal yang serius. Contoh NSAID : Aspirin, Ibuprofen, Diklofenak, Naproksen,
Sulindak, Ketoptofen, Indometasin, Tolmetin, Piroksikam, Celecoxib, Valdecoxib,
dan lain-lain.
3. Glukosamin dan Chondroitin
Glucosamine dan chondroitin sulfate sendiri-sendiri
atau dalam kombinasi tidak menurunkan rasa sakit secara efektif untuk
keseluruhan kelompok pasien dengan OA lutut. Keduanya efektif untuk
subkelompok pasien dengan rasa nyeri yang moderat sampai parah.
4. Obat-Obat
Lain
- Obat luar: Cream gosok, spray
(capsaicin spray), metilsalisilat.
- Kortikosteroid: antiinflamasi yang kuat, dapat diberikan secara
suntik pada sendi. Ini adalah tindakan untuk jangka pendek, tidak
disarankan untuk lebih dari 2-3 x suntik per tahun. Tidak diberikan per
oral.
- Asam hyaluronidase: disuntikkan di sendi, biasanya untuk OA lutut.
Zat ini adalah komponen dari sendi, terlibat dalam lubrikasi dan nutrisi
sendi.
(Depkes RI, 2006)
Beberapa obat-obat yang
direkomendasikan untuk pengobatan OA disajikan pada tabel berikut :
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2012. Obat-Obat Osteoarthritis. http://Obatosteoarhtritis.com Opened :
28/12/13. 10.33.
Depkes
RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk
Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan : Jakarta.
Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and
L. M. Posey. 2008. Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, 7th
ed. New York: McGraw-Hill.
Sukandar,
E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar.
2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI
Penerbitan Jakarta : Jakarta. Hal : 629-644.
Wachjudi,
R.G., Sumartini, D., dan Riardi, P. 2007. Osteoartritis
Alias Pengapuran Sendi. Bandung : Sub Bagian Reumatologi Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar