Minggu, 29 Desember 2013

MENGENAL OSTEOARTHRITIS LEBIH DEKAT

Apa itu Osteoarthritis??

1.      Pengertian Osteoartritis (OA)
Osteoartritis (OA) adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. OA juga merupakan penyakit reumatik yang paling banyak dijumpai di seluruh dunia. Hampir seluruh sendi dapat terkena, namun lebih sering mengenai sendi-sendi lutut, panggul, tulang belakang dan jari-jari tangan. Penyakit ini merupakan jenis arthritis yang paling sering terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa. OA memang terkait dengan proses penuaan, namun banyak faktor lain yang mempengaruhinya seperti obesitas dan cedera ringan berulang pada sendi tertentu (DepKes RI, 2006 ; Wachjudi dkk., 2007).


Gambar Perbandingan Sendi Sehat dengan Sendi yang Terkena Osteoartritis



2.      Angka Kejadian
Insidensi dan prevalensi Osteoarthritis (OA) bervariasi pada masing-masing negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut (DepKes RI, 2006). OA merupakan penyakit tersering yang menyebabkan timbulnya nyeri dan disabilitas (hambatan) gerakan pada populasi usia lanjut. OA merupakan kelainan yang mengenai berbagai ras dan kedua jenis kelamin. Pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama untuk terkena OA, namun pada wanita biasanya sendi yang terkena lebih banyak (Wachjudi dkk., 2007).
Prevalensi meningkat dengan usia, seiring dengan bertambahnya usia, insidens OA juga semakin bertambah. Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun. Dapat dibayangkan nanti ketika seseorang sudah berusia lebih dari 65 tahun, ¼ dari seluruh populasi wanita dan 1/5 dari seluruh populasi pria dapat terkena OA. OA dapat menyerang semua sendi, namun prediksi yang tersering adalah pada sendi-sendi yang menanggung beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang belakang bagian lumbal bawah (Dipiro et al., 2008).

3.      Gejala
Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh kelainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi. Nyeri awalnya tumpul kemudian semakin berat, hilang timbul, dan diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan istirahat.
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak licin yang disertai bunyi gemeretak (krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istirahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku. Sendi akan terlihat membengkak karena adanya penumpukan cairan di dalam sendi. Pembengkakan ini terlihat lebih menonjol karena pengecilan otot sekitarnya yang diakibatkan karena otot menjadi jarang digunakan (Wachjudi dkk., 2007).
Gejala lain yang sering muncul pada pasien OA adalah nyeri pada sendi, kekakuan pada sendi terutama setelah diam pada posisi yang sama (duduk atau tidur), sendi dan otot berasa lemah, bengkak pada sendi, crepitus atau bunyi gemeratak pada sendi saat bergerak, perubahan bentuk sendi sehingga tampak menonjol (gejala parah), dan gangguan aktifitas yang melibatkan sendi  (Wachjudi dkk., 2007).
  
4.      Penyebab
Terdapat beberapa teori tentang penyebab penyakit OA, akan tetapi masih tetap menjadi perdebatan. Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian OA diantaranya adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes mellitus (DepKes RI, 2006).
Penyakit ini dipengaruhi berbagai faktor antara lain : faktor genetik, metabolik dan traumatik. Faktor risiko OA dibedakan dalam faktor risiko kejadian (incident) dan faktor risiko progresivitas dan berat OA. Kejadian dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan latar belakang genetik yang banyak bervariasi dan membuat OA lebih kompleks. Ada perbedaan faktor risiko untuk lokasi sendi, dimana faktor risiko OA lutut berbeda dengan faktor risiko OA panggul, tangan dan tulang belakang (Wachjudi dkk., 2007).

5.      Siapa Saja Yang bisa Terkana OA?
A.      Obesitas
OA panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang mengawali OA, bukan sebaliknya bahwa obesitas disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena OA. Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan dukungan struktural lain. Setiap penambahan berat +½ kg, tekanan total pada satu lutut meningkat sebesar +1–1½ kg.4 Setiap penambahan 1 kg meningkatkan risiko terjadinya OA sebesar 10%. Bagi orang yang obes, setiap penurunan berat walau hanya 5 kg akan mengurangi fakor risiko OA di kemudian hari sebesar 50% (DepKes RI, 2006).

B.      Jenis Kelamin
OA merupakan kelainan yang mengenai berbagai ras dan kedua jenis kelamin. Pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama untuk terkena OA, namun pada wanita biasanya sendi yang terkena lebih banyak (Wachjudi dkk., 2007).

C.      Usia
Resiko terkena OA meningkat dengan meningkatnya usia. Seiring dengan bertambahnya usia, insidens OA juga semakin bertambah. Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun.

D.      Okupasi, olahraga, trauma
Hubungan antara okupasi dengan risiko terserang OA tergantung dari tipe dan intensitas aktivitas fisiknya. Aktivitas dengan gerakan berulang atau cedera akan meningkatkan risiko terjadinya OA. Aktivitas fisik dengan tekanan berulang pada tangan atau tubuh bagian bawah akan meningkatkan risiko OA pada sendi yang terkena tekanan. Yang menarik adalah pada pelari jarak jauh mempunyai risiko terjadinya OA tidak lebih besar. Umur pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko OA. Cedera ligamen pada manula cenderung menyebabkan OA berkembang lebih cepat dibanding orang muda dengan cedera yang sama (DepKes RI, 2006).

E.      Genetik
Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya OA. Sinovitis yang terjadi acapkali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana deposit pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya OA tangan dan panggul, dan sebagian kecil OA lutut (DepKes RI, 2006).

F.      Nutrisi
Fakta menunjukkan bahwa paparan terhadap oksidan bebas secara terus menerus dalam jangka waktu lama berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit yang berkaitan dengan penuaan (penyakit degeneratif), termasuk OA. Karena antioksidan dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan jaringan, maka asupan tinggi dari antioksidan dipostulasikan dapat melindungi pasien terhadap OA. Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses terjadinya OA dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan Vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami OA, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D (DepKes RI, 2006).

G.      Hormonal
Pada kartilago terdapat reseptor estrogen, dan estrogen mempengaruhi banyak penyakit inflamasi dengan merubah pergantian sel, metabolisme, dan pelepasan sitokin. Perempuan perimenopause rupanya lebih cenderung menderita arthritis inflamatorik. Ini memberi kesan bahwa estrogen berperan dalam osteoarthritis. Tampaknya perempuan yang mendapat estrogen replacement therapy mempunyai kemungkinan menderita osteoarhtritis lebih kecil daripada yang tidak, tetapi studi estrogen dan osteoarthritis pada binatang memberikan hasil yang bertentangan (DepKes RI, 2006).

6.      Bagaimana Pengobatan Osteoarhtritis?
 Penderita Osteoarhtritis (OA) memiliki keluhan utama yaitu rasa sakit dan nyeri pada persendian. Rasa nyeri yang diderita oleh penderita penyakit ini dapat dikurangi dengan berbagai cara seperti pengompresan hingga penggunaan obat-obatan.


 
Hingga saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan OA hingga tuntas. Pengobatan yang diberikan dokter dalam penatalaksanaan OA umumnya ditujukan terhadap dua hal, yaitu mengatasi gejala, pencegahan dan perbaikan kerusakan struktur rawan sendi. Beberapa tahun terakhir mulai muncul pengobatan dengan menggunakan sel terapi dan stem sel dengan hasil yang cukup menjanjikan. Akan tetapi terapi ini masih membutuhkan penelitian tahap lanjut untuk dapat benar-benar dimanfaatkan sebagai terapi OA (Dipiro et al., 2008).
 Rekomendasi yang diberikan para ahli dalam penanganan OA meliputi terapi farmakologis (terapi obat) dan terapi non-farmakologis (terapi non-obat, seperti: penurunan berat badan, olahraga, edukasi). Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs) merupakan salah satu terapi farmakologis yang paling sering digunakan untuk mengatasi nyeri dan peradangan yang terjadi pada pasien OA. Namun, penggunaan obat-obatan tersebut sering kali memberikan efek samping yang cukup serius, seperti perdarahan saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati dan ginjal. Beratnya efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang NSAIDs ini membuat para ahli terus mencari alternatif terapi OA yang efektif dan aman (Sukandar dkk., 2008).
Salah satu alternatif terapi dan pencegahan OA adalah dengan asupan nutrisi yang baik. Saat ini mulai berkembang pemikiran bahwa selain untuk memenuhi kebutuhan dasar tubuh,  asupan nutrisi juga memegang peranan penting pada terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit degeneratif. OA merupakan salah satu penyakit degeneratif yang diyakini dapat dicegah dan diatasi dengan pemberian asupan nutrisi tertentu yang memadai. Salah satu nutrisi yang mulai banyak dicoba untuk terapi OA ini adalah ekstrak tumbuh-tumbuhan (Anonim, 2012).
 

  
 I. Terapi Non-Obat :
1. Terapi Fisik & Occupational Therapy
Mengurangi rasa sakit dapat dilakukan dengan :
A.     Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit dan kekakuan.
B.      Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien OA. Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat.
C.      Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.
D.     Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih cocok bagi pasien. Untuk OA di lutut, pasien dapat memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut.
(Depkes RI, 2006)
2. Latihan Fisik
Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik adalah penyembuhan yang paling baik untuk OA. Olahraga dapat meningkatkan suasana hati (mood) dan harapan (outlook), mengurangi rasa sakit, meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki jantung dan aliran darah, menjaga berat badan, dan memperbaiki kebugaran secara umum. Olahraga juga tidak mahal, bila dilakukan dengan benar, tidak ada efek samping. Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah dilakukan pembedahan. Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan, isometrik, isotonik, isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap sehat, mendorong gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon untuk meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat OA. Sebaliknya inaktivitas dan imobilisasi walau untuk periode pendek akan memperburuk atau mempercepat berkembangnya OA. Latihan fisik dan penguatan quadriseps akan meningkatkan fungsi fisik dan mengurangi kecacatan, rasa sakit, pemakaian analgesik. Ada panduan dari American Geriatrics Society untuk latihan fisik bagi pasien OA. Lebih dianjurkan latihan fisik isometrik dibandingkan dengan isotonik karena isotonik akan memperburuk sendi yang terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien sebelum pasien mempraktekan di rumah.
Latihan fisik sebaiknya dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit, kurangi pengulangan. Rujukan kepada terapis fisik atau okupasi sangat dibutuhkan bagi pasien yang sudah cacat fungsi sendinya. Terapis dapat menilai kekuatan otot, stabilitas sendi, dan dapat merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk melindungi sendi yang terkena, dari tekanan berlebihan. Terapis juga dapat memberikan alat bantu seperti tongkat, bebat, dsb yang dipakai saat latihan fisik maupun kegiatan sehari-hari. (Depkes RI, 2006)
3. Istirahat dan Merawat Persendian
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik relaksasi, pengurangan stres, dan biofeedback sangat membantu. Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga persendian pada posisi yang benar selama tidur maupun beraktivitas. Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter dapat membantu menentukan bidai yang tepat.
(Depkes RI, 2006)
4. Pengendalian Berat Badan
Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan sangat membantu.
(Depkes RI, 2006)

II. Terapi Obat
Terapi obat diberikan  hanya untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri yang dirasakan penderita OA serta meningkatkan fungsi organ. Pada umumnya obat-obat yang sering digunakan untuk terapi OA adalah obat-obat golongan analgesik dan antiinflamasi seperti parasetamol, NSAIDs, Kortikosteroid, Glukosamin dan Chondroitin (Depkes RI, 2006).

III. Pembedahan
Bagi banyak orang, operasi dapat menghilangkan rasa sakit dan cacat akibat OA. Operasi dilakukan untuk :
A.     Mengambil serpihan-serpihan tulang dan kartilago di sendi bila menyebabkan simtom mekanis dari mengunci dan buckling.
B.      Menghaluskan permukaan tulang
C.      Mereposisi tulang
D.     Mengganti sendi.
(Depkes RI, 2006)

7.      Apa Saja Obat-Obat Osteoarthritis?
1. Parasetamol
ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan parasetamol sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID.
2. NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug)
NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan inflamasi melalui inhibisi enzim cyclooxygenase (COX). Efek penting dalam mengurangi rasa sakit. NSAID memberikan rasa nyaman bagi banyak orang dengan masalah persendian kronis, tetapi juga menimbulkan masalah penyakit gastrointestinal yang serius. Contoh NSAID : Aspirin, Ibuprofen, Diklofenak, Naproksen, Sulindak, Ketoptofen, Indometasin, Tolmetin, Piroksikam, Celecoxib, Valdecoxib, dan lain-lain.
3. Glukosamin dan Chondroitin
Glucosamine dan chondroitin sulfate sendiri-sendiri atau dalam kombinasi tidak menurunkan rasa sakit secara efektif untuk keseluruhan kelompok pasien dengan OA lutut. Keduanya efektif untuk subkelompok pasien dengan rasa nyeri yang moderat sampai parah.
4. Obat-Obat Lain
  1.       Obat luar:  Cream gosok, spray (capsaicin spray), metilsalisilat.
  2.      Kortikosteroid: antiinflamasi yang kuat, dapat diberikan secara suntik pada sendi. Ini adalah tindakan untuk jangka pendek, tidak disarankan untuk lebih dari 2-3 x suntik per tahun. Tidak diberikan per oral.
  3.       Asam hyaluronidase: disuntikkan di sendi, biasanya untuk OA lutut. Zat ini adalah komponen dari sendi, terlibat dalam lubrikasi dan nutrisi sendi.
(Depkes RI, 2006)

Beberapa obat-obat yang direkomendasikan untuk pengobatan OA disajikan pada tabel berikut :
 








DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Obat-Obat Osteoarthritis. http://Obatosteoarhtritis.com Opened : 28/12/13. 10.33.

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Direktorat Bina
             Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan : Jakarta.

Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and L. M. Posey. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th ed. New York: McGraw-Hill.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan Jakarta : Jakarta. Hal : 629-644.

Wachjudi, R.G., Sumartini, D., dan Riardi, P. 2007. Osteoartritis Alias Pengapuran Sendi. Bandung : Sub Bagian Reumatologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.


0 komentar:

Posting Komentar